Dengar, aku mengatakan ini pada saat malam sesaat sebelum terbaring terlelap dalam tidur, sebelah tangan kiriku masih memegang ponsel dan menatap beberapa pesan singkat darimu.
Baru beberapa menit yang lalu, ketika aku sedang membaca majalah di meja belajarku, satu sapuan sesal yang amat dalam menerpa. Dengan perasaan bersalah. Aku menghampiri laptop kesayanganku. Aku menulis beberapa di sini, semua tentang penyesalan dan rasa bersalahku padamu. Aku tidak mungkin mengatakannya langsung padamu.
Aku terlalu malu.
***
Aku mohon maaf, aku sungguh mohon maaf…
Sudah! Sudah! Aku malas sama kamu
Betulan?
Iyya. Sms aku hanya jika penting.
Iya, aku mengerti.
Jangan sok mengerti.
Aku memang tidak pernah mengerti. Kenapa kamu tiba-tiba seperti ini? Beberapa saat yang lalu kamu baik.
Aku hanya malas saja. Tidak ada yang perlu dimengerti. Semuanya baik-baik saja.
***
Itu adalah sepenggal pembicaraanku dengan seseorang melalui pesan singkat (sms). Ah, betapa kasar dan menyakitkannya kata-kataku. Apa yang telah aku katakan padanya…
Ada hal-hal yang aku pikirkan, aku khawatir sudah membayangkanmu sebagai seorang yang istimewa di hidupku. Namun, saat aku lebih memikirkannya sekarang, aku mulai memahami, aku lihat bahwa kau, aku – kita – masih seorang remaja yang dalam pencarian jati diri. Kemarin kita masih berstatus pelajar.
Aku sudah berharap terlalu banyak, sungguh terlalu banyak.
Sekali lagi, aku mohon maaf..
23:27 WITA
Palenteng, 10 Agustus 2014